Dari Makkah ke Palestina: Kisah Milenial Menyentuh Hati di Masjidil Aqsho
Aku tak pernah menyangka, brosur sederhana dari Kelana Haramain Travel di meja kafe akan mengubah hidupku. Awalnya hanya iseng membaca, tapi kalimat “Perjalanan Umroh Plus Aqsho, Menyusuri Jejak Para Nabi” seperti memanggil dari dalam hati.
Sebagai anak muda yang terbiasa dengan kesibukan digital dan rutinitas tanpa henti, aku merasa butuh sesuatu yang lebih dari sekadar hiburan. Butuh ketenangan. Butuh arah. Dan entah kenapa, perjalanan spiritual ke Masjidil Aqsho terasa seperti jawaban yang sudah lama kucari.
Semua terasa nyata saat pertama kali melangkah di Masjidil Haram. Air mata jatuh begitu saja saat melihat Ka’bah. Ada rasa rindu, lega, dan syukur bercampur jadi satu. Setelah menyelesaikan ibadah Umroh, rombongan kami pun bersiap menuju destinasi berikutnya — Palestina.
Sepanjang perjalanan menuju Yerusalem, hati berdebar. Ada rasa haru yang sulit dijelaskan. Dan ketika kubah emas Masjidil Aqsho mulai terlihat di kejauhan, aku hanya bisa berucap, “Allahu Akbar.” Bayangan tentang tempat suci yang selama ini hanya kulihat di foto, kini terbentang nyata di hadapan mata.
Begitu kaki melangkah ke pelataran masjid, suasananya damai sekali. Udara sejuk, cahaya lembut, dan aroma sejarah terasa kental. Pemandu kami bercerita tentang perjuangan umat Islam menjaga tempat suci ini. Setiap batu, setiap pohon, seolah menyimpan kisah tentang iman dan keberanian.
Di waktu dhuha, aku duduk di halaman masjid, memandangi langit Al-Quds. Seorang kakek tua menghampiri, menanyakan dari mana asalku. Saat aku jawab “Indonesia”, ia tersenyum, “Alhamdulillah, saudara Muslim datang lagi. Kehadiran kalian menguatkan kami.”
Kata-kata itu menampar halus. Aku sadar, perjalanan Umroh plus Aqso bukan sekadar jalan-jalan religi. Ini adalah bentuk solidaritas. Kehadiran kita di Aqsho adalah doa yang hidup — tanda bahwa umat Islam di seluruh dunia masih peduli.
Di situ, aku menangis. Bukan karena sedih, tapi karena bangga bisa menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar dari diriku sendiri.
Selama ini, banyak dari kita mengejar kesenangan dunia. Tapi perjalanan ini menunjukkan bahwa ketenangan sejati datang dari mendekat pada Allah Ø³Ø¨ØØ§Ù†Ù‡ وتعالى. Di Masjidil Aqsho, aku belajar bahwa kekuatan bukan dari gadget atau status sosial, tapi dari keimanan yang kokoh.
Anak muda seperti kita butuh momen seperti ini — jeda dari hiruk pikuk dunia untuk menyentuh sisi spiritual yang kadang terlupakan. Dan program dari Kelana Haramain Travel benar-benar tahu bagaimana menggabungkan kenyamanan modern dengan kedalaman makna spiritual.
Dari Makkah yang mengajarkan ketundukan, Madinah yang penuh kasih, hingga Al-Quds yang menumbuhkan semangat — perjalanan ini seperti “upgrade iman” versi anak muda.
Hari terakhir di Al-Quds, kami berfoto bersama di halaman Masjidil Aqsho. Ada tawa, tapi juga air mata. Karena kami tahu, tempat ini bukan sekadar destinasi, tapi rumah bagi jiwa yang rindu pada ketenangan.
Saat pesawat meninggalkan langit Palestina, aku menatap keluar jendela, membatin: “Aku akan kembali.” Dan mungkin, bukan cuma untuk menunaikan ibadah, tapi untuk membawa lebih banyak anak muda merasakan kedamaian yang sama.
Buat kamu yang merasa hidup terlalu cepat, cobalah berhenti sejenak. Dengar panggilan hatimu. Karena bisa jadi, Allah Ø³Ø¨ØØ§Ù†Ù‡ وتعالى sedang menuntunmu menuju pengalaman hidup yang akan mengubah segalanya.
Rasakan kedamaian, temukan makna sejati, dan jadilah bagian dari kisah spiritual luar biasa lewat Umroh plus Aqsho — perjalanan yang bukan hanya membawa langkahmu ke tempat suci, tapi juga menuntun hatimu pulang pada Sang Pencipta.
Posting Komentar