Langkah Terakhir Menuju Surga: Cerita Haru Suami Istri Menapaki Umroh Plus Aqsho

Table of Contents

 


Awal Kisah: Impian yang Akhirnya Terwujud

Sejak lama, Pak Rahman (62) dan istrinya, Bu Maryam (60), punya satu impian yang mereka simpan rapat: menunaikan ibadah umroh dan berziarah ke Masjidil Aqsho sebelum usia senja benar-benar tiba. Doa itu mereka panjatkan setiap malam — dan akhirnya Allah سبحانه وتعالى menjawabnya melalui keberangkatan bersama Pusat Umroh dalam program istimewa Umroh plus Aqsho.

“Alhamdulillah, akhirnya kami bisa ke tiga tanah suci sekaligus,” ujar Bu Maryam dengan mata berkaca-kaca di bandara Soekarno-Hatta. Di tangannya, ia menggenggam erat paspor suaminya — seolah tak ingin melepaskan harapan dan rasa syukurnya.

Makkah dan Madinah: Langkah Awal Menuju Ketulusan

Sesampainya di Makkah, Pak Rahman tak kuasa menahan air mata saat melihat Ka’bah untuk pertama kalinya. Meski langkahnya perlahan karena lututnya sering nyeri, ia tetap bersikeras thawaf bersama istrinya. “Kita jalani pelan-pelan, yang penting ikhlas,” ucapnya.

Di Madinah, keduanya berziarah ke makam Rasulullah ï·º. Bu Maryam lama terdiam di Raudhah, menunduk dalam sujud syukur. “Ya Allah, Engkau panggil kami ke sini di usia tua ini. Jangan biarkan langkah kami sia-sia.” Ibadah di dua kota suci itu menjadi penyucian jiwa, menyiapkan hati mereka untuk bagian paling emosional dari perjalanan — menapaki tanah para Nabi dalam Umroh plus Aqsho.

Jordan: Menyusuri Jejak Sejarah di Petra

Perjalanan berlanjut ke Yordania. Bus rombongan Pusat Umroh membawa mereka menyusuri gurun yang luas dengan pemandangan luar biasa. Di sepanjang jalan, Pak Rahman menggenggam tangan istrinya. “Lihat, Ma… ini tanah yang dulu hanya kita lihat di TV,” ujarnya sambil tersenyum.

Setibanya di Petra, pemandangan yang luar biasa terbentang di depan mata: bebatuan merah yang diukir dengan detail menakjubkan. Bu Maryam tertegun. “Masya Allah, betapa besarnya kuasa-Mu,” katanya pelan.

Mereka berjalan menyusuri Siq, celah batu panjang menuju Al-Khazneh. Meski napasnya mulai terengah, Pak Rahman tetap melangkah sambil berzikir. “Kalau kaum terdahulu ini begitu megah tapi ingkar, kita jangan sampai lupa bahwa semua ini hanya titipan,” ujarnya lembut pada istrinya.

Di sela-sela perjalanan itu, banyak jemaah lain ikut meneteskan air mata. Petra bukan hanya indah — tapi juga menjadi pengingat bahwa kehidupan dunia, betapapun megahnya, akan sirna jika tidak disertai keimanan. Itulah hikmah yang mereka bawa menuju etape berikutnya: tanah yang diberkahi, Palestina.

Palestina: Air Mata di Masjidil Aqsho

Setelah melewati perbatasan Allenby Bridge, bus memasuki wilayah Yerusalem. Suasana berubah hening. Dari kejauhan, kubah emas Dome of the Rock tampak berkilau disinari matahari sore.

Pak Rahman dan Bu Maryam turun dari bus dengan langkah pelan. Ketika memasuki kompleks Masjidil Aqsho, keduanya langsung menunduk. “Ini… tanah tempat Rasulullah ï·º melakukan Isra’ Mi’raj,” bisik Bu Maryam sambil menangis.

Mereka shalat berjamaah bersama rombongan Pusat Umroh. Saat sujud, Pak Rahman berdoa panjang, memohon agar Allah سبحانه وتعالى mengampuni dosa-dosa mereka dan memberi keturunan yang saleh. Setelah shalat, ia menatap istrinya sambil berkata pelan, “Aku ingin ini jadi perjalanan terbaik kita, Ma. Kalau suatu saat aku tak kuat lagi, aku sudah bahagia pernah sampai ke sini bersamamu.”

Suasana sore itu di Masjidil Aqsho begitu syahdu. Burung-burung beterbangan di langit, suara anak-anak Palestina terdengar di kejauhan, dan hati setiap jemaah dipenuhi rasa damai yang tak terlukiskan.

City Tour Palestina: Napak Tilas Keimanan

Hari berikutnya, rombongan mengunjungi Hebron, tempat peristirahatan terakhir Nabi Ibrahim عليه السلام. Di dalam ruangan yang sunyi, pasangan lansia itu berdiri berdampingan. “Beliau bapak para Nabi, ujian hidupnya berat, tapi imannya kokoh,” kata Bu Maryam dengan mata berkaca-kaca.

Perjalanan berlanjut ke Betlehem, kota kelahiran Nabi Isa عليه السلام. Bu Maryam menatap bukit-bukit batu yang menjulang, lalu menatap suaminya, “Bayangkan, Mas, berapa banyak Nabi yang Allah utus di tanah ini. Sungguh istimewa bisa menginjakkan kaki di sini.”

Pak Rahman mengangguk pelan. “Benar, Ma. Kita nggak cuma jalan-jalan, tapi menapak jejak para utusan Allah. Semoga iman kita ikut kokoh seperti mereka.”

Malam Refleksi: Di Bawah Kubah Emas

Malam terakhir di Yerusalem menjadi momen yang tak terlupakan. Dari balkon hotel, keduanya memandangi kubah Masjidil Aqsho yang berkilau diterpa cahaya lampu. “Rasanya nggak mau pulang,” ucap Bu Maryam lirih.

Pak Rahman menggenggam tangannya. “Setiap perjalanan pasti akan selesai, Ma. Tapi kenangan dan keimanan yang kita dapatkan… itu akan kita bawa sampai akhir hayat.”

Di bawah langit Palestina, keduanya berdoa lama. Bukan meminta kekayaan, tapi memohon umur yang berkah dan hati yang selalu dekat dengan Allah سبحانه وتعالى. Malam itu, mereka benar-benar merasa bahwa Umroh plus Aqsho telah menjadi perjalanan cinta sekaligus perjalanan iman yang menyentuh jiwa terdalam.

Kembali ke Tanah Air: Dengan Hati yang Baru

Ketika pesawat mengudara meninggalkan Timur Tengah, Bu Maryam menatap ke luar jendela. “Mas, kita sudah menunaikan semua yang kita impikan,” katanya sambil tersenyum.

Pak Rahman mengangguk pelan. “Iya, Ma. Kita nggak cuma berkunjung ke tempat suci, tapi juga belajar arti cinta dan ketulusan.”

Sesampainya di Indonesia, keduanya disambut keluarga dengan pelukan haru. Namun di hati mereka, kenangan tentang Ka’bah, Petra, dan Masjidil Aqsho akan selalu hidup. Mereka percaya, perjalanan ini bukan akhir — tapi awal dari babak baru kehidupan yang lebih tenang, penuh syukur, dan semakin dekat dengan Sang Pencipta.

Melalui Pusat Umroh, Pak Rahman dan Bu Maryam membuktikan bahwa usia bukan halangan untuk menjemput panggilan suci. Karena bagi mereka, Umroh plus Aqsho bukan sekadar perjalanan — tapi wujud cinta yang diiringi doa, iman, dan rindu kepada Allah سبحانه وتعالى.

micokelana
micokelana Assalammualaikum, saya Mico Kelana founder haramain.web.id, dukung website ini share dan like ke khalayak ya.

Posting Komentar