Menapak Jejak Islam di Negeri Dua Benua: Perjalanan yang Menggetarkan Hati

Table of Contents

Setiap orang punya cara sendiri untuk mencari ketenangan. Ada yang mencarinya lewat doa, ada pula yang menemukannya di perjalanan. Dan bagi banyak jamaah tahun ini, ketenangan itu hadir lewat program umroh plus turki, sebuah perjalanan yang menyatukan ibadah suci di Tanah Haram dengan eksplorasi sejarah Islam di negeri yang penuh pesona.

Turki bukan sekadar destinasi wisata, tapi lembar sejarah yang hidup. Setiap masjid, istana, dan jalan tuanya seolah menyimpan kisah perjuangan para khalifah dan ulama. Itulah yang membuat perjalanan ini terasa berbeda: bukan sekadar jalan-jalan, tapi ziarah jiwa.

Setelah menyelesaikan umroh di Makkah dan ziarah ke Madinah, rombongan berangkat menuju Istanbul. Di pesawat, beberapa jamaah masih membawa air zamzam dan kurma dari Tanah Suci. “Biar barokahnya ikut sampai Turki,” ujar seorang bapak paruh baya sambil tersenyum.

Sesampainya di Istanbul, udara sejuk dan langit biru cerah menyambut. Kota ini begitu indah, dengan bangunan berarsitektur megah dan jalanan berbatu yang penuh cerita. Dari kejauhan, kubah Masjid Biru tampak berkilau diterpa sinar matahari pagi.

Begitu masuk ke dalam masjid, suasana berubah khusyuk. Ubin birunya yang legendaris memantulkan cahaya lembut, sementara jamaah dari berbagai negara tampak menundukkan kepala dalam doa. Salah satu peserta berkata lirih, “Rasanya seperti kembali ke masa lalu, di mana Islam begitu berjaya dan damai.”

Dari sana, perjalanan berlanjut ke Hagia Sophia, bangunan yang telah berdiri lebih dari seribu tahun. Dulu gereja, lalu masjid, kemudian museum, dan kini kembali menjadi masjid. Saat azan berkumandang di bawah kubahnya yang megah, banyak jamaah tak kuasa menahan air mata. Karena di tempat inilah, jejak iman, sejarah, dan keagungan Islam berpadu begitu indah.

Malamnya, rombongan menikmati makan malam di atas kapal yang berlayar di Selat Bosphorus. Dari dek kapal, lampu-lampu kota Istanbul tampak seperti bintang yang berjatuhan di permukaan air. Angin laut berembus lembut, membawa aroma asin dan rasa damai yang sulit dijelaskan.

“Subhanallah, indah sekali,” bisik salah satu jamaah sambil menatap pemandangan. “Dulu saya hanya lihat di foto, sekarang bisa menyaksikan langsung. Sungguh luar biasa kebesaran Allah سبحانه وتعالى.”

Perjalanan berikutnya membawa mereka ke Bursa, kota hijau yang pernah menjadi ibu kota pertama Kekaisaran Ottoman. Di sinilah Islam mulai menancapkan kejayaannya di daratan Eropa. Jamaah mengunjungi Makam Osman Gazi, pendiri Kesultanan Ottoman, lalu menunaikan salat di Masjid Ulu Cami yang terkenal dengan kaligrafi indah di seluruh dindingnya.

Di dalam masjid itu, suasana terasa teduh. Suara lantunan doa terdengar lembut dari sudut ruangan. Seorang jamaah berdoa lama, lalu berkata, “Mereka memulai dari nol, tapi dengan niat yang benar. Mungkin kita juga harus belajar dari itu — bahwa kekuatan iman bisa melahirkan sejarah besar.”

Dari Bursa, perjalanan berlanjut ke Cappadocia — tanah unik yang seolah diukir langsung oleh waktu. Di sana, jamaah menikmati pengalaman tak terlupakan: naik balon udara saat matahari terbit. Langit perlahan berubah jingga, lembah batu menjulang di bawah, dan ratusan balon melayang di udara.

Di atas sana, semua terdiam. Tak ada yang bicara. Hanya desiran angin dan bisikan takbir kecil yang keluar dari mulut jamaah. “Rasanya seperti terbang di antara doa dan langit,” kata salah satu peserta sambil meneteskan air mata.

Hari terakhir di Istanbul diisi dengan kunjungan ke Topkapi Palace, istana megah yang pernah menjadi pusat kekuasaan Islam. Di dalamnya, jamaah melihat peninggalan Rasulullah ï·º — pedang, jubah, dan helai rambut beliau. Saat menatapnya, banyak yang menunduk haru. Suasana hening, hanya terdengar isak kecil dan doa dalam hati.

Program umroh plus turki seperti ini memang dirancang bukan hanya untuk beribadah dan berwisata, tapi juga untuk merenung dan memperkuat iman. Melihat langsung bukti sejarah peradaban Islam, memahami perjuangan para sultan, dan menyadari betapa luasnya rahmat Allah سبحانه وتعالى di setiap zaman.

Dan di akhir perjalanan, banyak jamaah yang berkata, “Kalau ke Makkah itu rindu, maka ke Turki itu refleksi.”
Dua perjalanan berbeda, tapi saling melengkapi. Yang satu membersihkan jiwa, yang satu memperdalam makna hidup.

Turki bukan sekadar destinasi, tapi jembatan antara masa lalu dan masa kini. Dan lewat perjalanan ini, setiap jamaah pulang bukan hanya membawa oleh-oleh, tapi juga membawa hati yang lebih tenang, pikiran yang lebih luas, dan iman yang lebih kuat.

micokelana
micokelana Assalammualaikum, saya Mico Kelana founder haramain.web.id, dukung website ini share dan like ke khalayak ya.

Posting Komentar